Bengkulu, Rakyat45.com – Pelabuhan Pulau Baai, yang menjadi urat nadi distribusi dan ekspor Provinsi Bengkulu, kini berada di ambang krisis akibat pendangkalan parah yang terjadi sejak 2018. Kondisi ini telah berdampak serius, mulai dari terganggunya distribusi kebutuhan pokok seperti bahan bakar minyak dan beras, hingga penurunan drastis kapasitas ekspor.
Dalam upaya mencari solusi, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Rosjonsyah, bersama General Manager PT Pelindo Regional II, Kapolda Bengkulu, Danlanal Bengkulu, serta perwakilan instansi terkait, menggelar rapat koordinasi di kantor PT Pelindo Regional II. Usai rapat, rombongan langsung meninjau kondisi lapangan untuk melihat alur pelabuhan yang kian memprihatinkan.
“Alur pelabuhan yang dulunya memiliki kedalaman 7 hingga 11,5 meter kini hanya tersisa 1,5 meter. Bahkan, sebagian kolam breakwater telah berubah menjadi daratan pasir,” ujar Rosjonsyah dengan nada prihatin.
Ia menambahkan bahwa kerugian ekonomi akibat pendangkalan ini diperkirakan mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah setiap tahunnya. “Kita harus bergerak cepat. Semua pihak terkait harus segera mencari solusi terbaik agar masalah ini tidak menjadi rutinitas tahunan,” tegasnya.
General Manager PT Pelindo Regional II, S. Joko, menjelaskan bahwa sedimentasi tinggi akibat cuaca buruk menjadi biang keladi pendangkalan. Akibatnya, kapal-kapal besar tidak lagi bisa bersandar, sehingga ekspor dan distribusi barang terhambat.
“Ekspor batu bara yang sebelumnya mencapai 10 juta ton per tahun kini turun drastis menjadi hanya 3 juta ton. Bahkan, pengangkutan harus dilakukan dengan tongkang untuk memindahkan barang ke kapal besar di tengah laut,” jelasnya.
Selain batu bara, komoditas ekspor andalan Bengkulu lainnya seperti cangkang sawit, hasil laut, dan rumput laut juga mengalami kendala besar. Situasi ini turut memengaruhi kepercayaan mitra dagang internasional terhadap Bengkulu sebagai pemasok utama.
Krisis ini memicu seruan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk segera bertindak. Langkah-langkah seperti pengerukan sedimen secara berkala, perbaikan infrastruktur pelabuhan, hingga penyusunan rencana mitigasi jangka panjang menjadi kebutuhan mendesak.
“Pelabuhan Pulau Baai adalah tulang punggung perekonomian Bengkulu. Jika kondisi ini dibiarkan, dampaknya akan merusak rantai distribusi, mengganggu kebutuhan pokok, dan mengancam kesejahteraan masyarakat,” tutup Rosjonsyah.
Dengan urgensi yang semakin meningkat, harapan kini tertuju pada sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta untuk mengembalikan kejayaan Pelabuhan Pulau Baai sebagai gerbang ekonomi Bengkulu.