Seluma, Rakyat45.com – Desa Taba Lubuk Puding, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, tengah bersiap menjadikan Sungai Nelas sebagai destinasi wisata berbasis kearifan lokal. Tradisi ikan larangan yang selama ini dijaga oleh masyarakat setempat, kini dikembangkan menjadi objek wisata edukatif dan ekowisata yang potensial.
Sebanyak 20 ribu bibit ikan semah, ikan endemik khas Bengkulu, telah dilepaskan ke sepanjang 3 kilometer aliran Sungai Nelas sejak Mei 2024 lalu. Ikan-ikan ini dijaga melalui sistem larangan, yaitu aturan adat yang melarang siapa pun menangkap ikan di area tertentu kecuali pada waktu-waktu khusus seperti hari besar keagamaan atau acara adat.
Kepala Desa Taba Lubuk Puding, Untung Putra Jaya, menyampaikan bahwa gagasan menjadikan kolam ikan larangan ini sebagai destinasi wisata sudah ia rancang sejak lama, bahkan sebelum menjabat sebagai kepala desa.
“Alhamdulillah, cita-cita saya untuk menjadikan Sungai Nelas sebagai kawasan ikan larangan akhirnya terwujud. Kami sudah memasang tanda di setiap sudut sungai, agar masyarakat tahu bahwa di sepanjang aliran ini dilarang mengambil ikan. Ini sudah menjadi kesepakatan bersama dan harus dipatuhi,” ujar Untung saat diwawancarai awak media, Selasa (22/7/2025).
Ia menambahkan, launching wisata ikan larangan ini direncanakan pada awal tahun 2025. Namun, panen raya ikan semah baru akan dilakukan sekitar satu tahun sejak pelepasan bibit, menunggu ikan mencapai ukuran ideal.
“Insya Allah, objek wisata ini akan kita buka awal 2025, tetapi panen rayanya masih harus menunggu. Tujuan utama kita bukan untuk konsumsi, tapi untuk wisata edukasi dan pelestarian,” jelasnya.
Saat ini, Pemerintah Desa Taba Lubuk Puding sedang membangun berbagai fasilitas pendukung seperti gazebo, musala, toilet, kamar mandi umum, serta tempat duduk untuk wisatawan. Seluruh infrastruktur tersebut ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan pengunjung.
“Fasilitas masih kita lengkapi secara bertahap. Ini bagian dari upaya kami untuk memberikan pengalaman terbaik bagi pengunjung nantinya,” tambahnya.
Tradisi ikan larangan yang diterapkan memiliki filosofi mendalam, tidak hanya soal pelestarian lingkungan, tetapi juga mempererat persatuan dan gotong royong di tengah masyarakat. Dengan menjaga ekosistem perairan secara kolektif, masyarakat tidak hanya melestarikan alam, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya.
Untung berharap ke depan, Sungai Larangan ini dapat menjadi ikon wisata baru yang menarik wisatawan lokal maupun luar daerah. Selain itu, ia menargetkan objek wisata ini bisa memberikan kontribusi nyata terhadap peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes).
“Tujuan kita adalah melestarikan ikan semah, menjaga ekosistem, memperkuat nilai adat, dan tentu meningkatkan ekonomi desa melalui sektor wisata. Saya yakin, objek wisata ini bisa menjadi salah satu destinasi unggulan di Provinsi Bengkulu,” tutup Untung Putra Jaya.
Penulis: Nanang
Editor: Made Waruwu